*Sambil setel lagu Basia –
Baby You’re Mine*
Hai hai hai! Ketemu lagi
dengan saya! Ya ampun, akhirnya nyentuh lagi blog ini. Satu tahun udah nggak
nulis di blog! Udah berdebu kayak kamar saya. *Ups!* Tumben banget yaaa saya
bisa nulis di blog. Padahal kan paling males kalo udah harus nulis. *eh, secara
sehari-harinya kerjaan saya emang nulis terus.* Mesti duduk diam dan berpikir
tema apa yang mau ditulis. Dan herannya lagi nih, Tulisan pertama saya di tahun
2014 ini, isinya langsung tentang berita bahagia! Mudah-mudahan bahagia buat
semua yang baca. *Kalo ada yang nggak bahagia, bisa dikasihtau segera kok!
*bah*
Jadi…..
SAYA MAU MARRIED! *Amen, ya
Tuhan*
Hihihi.. Jujur kali bah!
Kapan?
Kalo Tuhan mengijinkan,
sekitar sebulan lagi.
Kok bisa?
Nah, ini pertanyaan yang
menganggu sebenernya. Maksudnya? Ya, bisa lah. Dipikir aku cewek jorok,
pemales, keras kepala, emosian yang nggak bakal laku apa. Puji Tuhan sih ya,
akhirnya ada yang mau sama aku. *hahah, ampun bang!*
Oke, pertanyaannya diganti!
Kenapa akhirnya memutuskan menikah?
Nah, kalo yang ini bisalah
dijawab. Sebenernya semua orang *hampir semua orang tepatnya* kaget begitu tau
aku dilamar oleh pria yang mungkin beberapa orang di komunitas kami sama sekali
nggak nyangka. Akupun sempat nggak nyangka karena dulunya kami dekat cuma sebatas
abang-adek *yang bisa aja modus* hahahaha.. Tapi ya itu lah rencana Tuhan.
Aku didekatkan sama laki-laki yang jadi pokok doa aku selama ini. Dia dewasa,
bisa ngemong aku, sabar alias nggak pernah marah, terbuka dan mau menerima aku
baik dan buruknya, visi ke depan jelas, care, dan bertanggung jawab. Dia tau apa
yang dia mau sampe bisa meyakinkan aku untuk berubah pikiran *tanpa memaksa*.
Dia pintar mengambil hati aku sampe aku bisa luluh. Dia orangnya terorganisir.
Dia punya semangat yang tinggi dan yakin bisa ngeraihnya suatu saat nanti.
Hal-hal itu aku yakin nggak semua laki-laki punya. Dan ketika aku menemukan laki-laki
kayak dia, aku cuma bisa bilang sama Tuhan, “Gue nggak boleh menyia-nyiakan
pemberian Tuhan yang satu ini. Kalo gue biarin dan masih berpikir cowok kayak
dia masih ada 50 orang lagi, itu sama aja kayak lagi ngelewatin taman bunga terbaik
demi taman bunga biasa lainnya."
I'm 24 years old now. Dan lagi jalan ke 25 tahun. Yang berarti, umur aku sebentar lagi hampir seperempat abad. Dan masih ada aja yang bilang, “Kamu mau nikah muda?” Ato, yakin udah siap ngelepas kebebasan? Nggak mau nyoba ini-itu dulu?" "Ngurus baby susah loh!" dsb. Pas dibilang gitu, rasanya pengen banting pintu deh! Tapi nggak mungkin, kasian pintunya! Jadi, beberapa orang sepertinya nggak yakin aku bener-bener serius untuk soal yang satu ini. Padahal pertama kali diajak pacaran serius, aku bisa berani bilang IYA karena aku yakin inilah saatnya. *Setelah jadian itu, aku terus berdoa setiap hari bahwa kalo emang ini orangnya, bantu aku Tuhan untuk mempersiapkan diriku lebih matang. Tolong aku Tuhan kalo emang ini pilihan Tuhan, siapkan aku lebih dewasa.* Saat memutuskan menikah pun, aku sudah mikirin ke depannya bahwa aku akan tidak sebebas dan bisa seegois sekarang. Nggak mau bahagianya aja, tapi juga mau sedih dan sulitnya. Karena pernikahan JELAS BEDA dengan pacaran. Seumur hidup bersama-sama melewati pahit, duka, sukacita. Dan terheran-herannya lagi, baru kali ini aku bener-bener percaya diri ngomong sama bapak mamak kalo aku mau nikah. Ini ibarat hidup dan mati men! Dulu aja, pas pacaran sama mantan-mantan yang terdahulu, mau ngaku dan kenalin aja sulit banget. Tapi yang satu ini, begitu abang minta ijin buat ngomong langsung sama bonyok, aku masih bisa bilang, ya udah bilang aja sama mereka. Keberanian dari mana itu kalo bukan dari Tuhan?!
Kadang pikiran ini sering diombang-ambingkan sama setiap pendapat orang. Tapi entah gimana, pikiran aku selalu positif. Yang aku tau, menikah adalah rahasia Ilahi. Kalo pada akhirnya Tuhan nantinya ijinin aku dipinang sama si abang, itu karena kehendak Tuhan. Masa iya, aku harus menyalahkan Tuhan kenapa aku nikah umur segini. *Bocoran sedikit, pas aku masih umur 18 tahun, doaku adalah pengen nikah enam tahun lagi, alias 24 tahun. Jawaban dari Tuhan sepertinya."
Pada akhirnya, hanya proses dan waktu lah yang akan menjawab. Aku sadar mungkin nggak akan ngejelasin panjang lebar berbusa-busa ke orang-orang. Lebih baik action daripada hanya lewat kata-kata. Aku senang karena beberapa teman mendukungku dan bahkan ikut mendoakanku. Di satu sisi, aku senang orang-orang mempertanyakan keseriusanku. Membantu aku merenung sedalam-dalamnya tentang kehidupan kekal bersama calon pasanganku yang bakal kujalani sebentar lagi.
cieeeh ribkaaa! hidup nikah muda!
ReplyDelete